Hmh, lama ya enggak nulis sesuatu di blog ini. Alhamdulillah sekarang saya sudah disibukkan dengan TA. Maklum, sekarang saya kan sudah semester 8. Kalau saya nggak sibuk buat ngerjain tugas akhir (TA) itu namanya kebangetan, hehehe. Di jurusan saya, untuk mengerjakan TA kami diberikan pilihan. Mau membuat skripsi atau karya bidang. Teman-teman tentu sudah akrab dengan istilah skripsi. Yah semacam karya tulis begitulah, lebih banyak menganalisis suatu masalah berdasarkan teori-teori tertentu. Sedangkan karya bidang merupakan karya aplikatif dari bidang ilmu yang kita pelajari untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang "real". Perbedaan lain dari skripsi dan karya bidang, kalau skripsi dikerjakan secara mandiri atau seorang diri, sedangkan karya bidang boleh dikerjakan secara berjamaan atau bertim, hehehe.
Tadinya sih, saya mau membuat skripsi. Saya bermaksud untuk mengangkat masalah kerjasama investasi antara Path dan Bakrie Global Group. Tapi karena satu dan lain hal akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan skripsi dengan tema tersebut dan memilih untuk membuat karya bidang yang berkaitan dengan perusahaan hosting bersama dengan 2 rekan saya. Berikut saya tuliskan latar belakang permasalahan skripsi saya yang belum jadi itu. Barang kali bisa memberikan ide untuk teman-teman dalam mengerjakan skripsi atau menjadi bahan diskusi :)
Tadinya sih, saya mau membuat skripsi. Saya bermaksud untuk mengangkat masalah kerjasama investasi antara Path dan Bakrie Global Group. Tapi karena satu dan lain hal akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan skripsi dengan tema tersebut dan memilih untuk membuat karya bidang yang berkaitan dengan perusahaan hosting bersama dengan 2 rekan saya. Berikut saya tuliskan latar belakang permasalahan skripsi saya yang belum jadi itu. Barang kali bisa memberikan ide untuk teman-teman dalam mengerjakan skripsi atau menjadi bahan diskusi :)
Populasi pengguna internet di dunia terus mengalami
peningkatan. Dalam ajang D11 Confrence
yang diadakan oleh situs AllThingsD,
Marry Meeker yang berasal dari firma Kleiner Perkins Caufield & Byers
Meeker mengungkapkan bahwa pada tahun 2013 pengguna internet di seluruh dunia
telah menyentuh angka 2,4 miliar orang. Angka tersebut meningkat 8% dari tahun
sebelumnya. Indonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna internet
terbanyak di seluruh dunia yakni
sebanyak 55 juta orang. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 58%
dibandingkat tahun sebelumnya. Selain itu Indonesia berada di peringkat
kedelapan untuk adopsi peranti mobile seperti ponsel cerdas atau smartphone
sebanyak 27 juta atau meningkat sebanyak 36% dari tahun lalu (tekno.kompas.com/read/2013/05/31/14233198/pengguna.internet.dunia.capai.24.miliar.indonesia.55.juta).
Penemuan tersebut
selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia pada tahun 2012 tentang Profil Pengguna Internet Indonesia
2012. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 65,7% pengguna mengakses
internet melalui smartphone. Namun,
pengguna internet di Indonesia belum serius dalam memanfaatkan kekuatan teknologi
untuk kegiatan yang produktif. Sebanyak 87,8% pengguna internet di Indonesia
menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial, kemudian disusul oleh
aktivitas browsing sebesar 68,9%, mengupdate berita sebesar 68,3%.
Tingginya akses
jejaring sosial pada orang Indonesia merupakan suatu hal yang wajar bila
melihat karakteristik orang Indonesia yang termasuk masyarakat high context culture. Bagi masyarakat high context culture, menjaga kualitas
hubungan personal merupakan suatu hal yang penting. Mereka seringkali
meluangkan banyak waktu untuk mencari tau kehidupan pribadi orang lain. Dalam
proses pengambilan keputusan pun, seringkali dipengaruhi oleh subjektivitas
mereka terhadap suatu hal. Oleh karena itu, tidak hanya di dunia nyata, pada
dunia virtual atau aktivitas online orang Indonesia juga seringkali
dipergunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Interaksi sosial yang
terjalin dengan baik tentu akan membantu mereka untuk meningkatkan kualitas
hubungan.
Tingginya penggunaan
internet untuk mengakses jejaring sosial oleh masyarakat Indonesia membuat
bisnis di bidang teknologi terutama inovasi aplikasi jejaring sosial di
Indonesia menjadi salah satu sektor yang sangat menjanjikan. Hal ini mendorong pertumbuhan
inovasi aplikasi jejaring sosial semakin berkembang pesat. Path, merupakan
salah satu aplikasi jejaring sosial yang kini populer di Indonesia. Path mulai muncul di tahun 2010 dan kini tengah
menjadi rising star di layanan
jejaring sosial. Path memang belum sebesar Facebook atau Twitter, kehebohan
penggunanya pun tidak terlalu terasa di Amerika Serikat dan Eropa, namun tidak
untuk di Indonesia.
Dari total 23 juta
pengguna Path di seluruh dunia, 4 juta diantaranya berasal dari Indonesia. Meskipun
dari porsi jumlah pengguna global, pengguna Indonesia hanya sebesar 17,4% namun
Indonesia menempati negara yang memiliki jumlah pengguna Path terbanyak di
dunia mengungguli Amerika. Selain itu, dari sisi trafik, Indonesia merupakan
negara dengan trafik tertinggi yakni 30% dari trafik global (http://inet.detik.com/read/2014/01/15/150937/2467831/319/investasi-bakrie-di-path-diganggu-isu-lumpur-lapindo).
Melihat pertumbuhan
Path yang berkembang pesat di kawasan Asia mendorong Dave Morin, CEO Path untuk
menjalin kerjasama dengan perusahaan dari negara di kawasan Asia terutama Asia
Tenggara yang menjadi basis pertumbuhan Path. Semenjak awal November 2013 Morin telah melakukan kunjungan bisnis ke Indonesia terkait investasi
dengan salah satu perusahaan di Indonesia. Pada awal tahun 2014,
Path secara resmi mengumumkan investasi putaran ketiganya .
Path mendapat pendanaan
putaran ketiga (Seri C) dari beberapa investor, totalnya mencapai USD 25 juta
atau senilai Rp. 304 miliar. Dalam investasi kali ini, Path mendapat investor
baru salah satunya dari Indonesia, yaitu Bakrie Global Group. Selain
Bakrie Global Group, investor lain yang berpartisipasi dalam pendanaan Seri C adalah
Greylock Partners, Kleiner Perkins, Index Ventures, Insight Venture Partners,
Redpoint Venture Partners, dan First Round Capital (http://tekno.kompas.com/read/2014/01/11/1521024/path.diinvestasi.bakrie.orang.indonesia.bereaksi).
Namun, sempat berhembus kabar bahwa
dana USD 25 juta tersebut dikeluarkan oleh Bakrie Global Group sepenuhnya, atau
sebagian besar saham Path dimiliki oleh Bakrie Global Group. Padahal nilai
investasi Bakrie Global Group di Path tidak lebih dari 1%.
Bakrie Global Group merupakan kelompok perusahaan milik keluarga Abu Rizal
Bakrie. Dave Morin yakin bahwa kesepakata tersebut akan membuat pertumbuhan
bisnis Path makin kencang di masa depan. Menurutnya investasi dari Bakrie
Global Group sejalan dengan visi perusahaan untuk berfokus menggarap pasar Asia
yang dinilai sangat prospektif. Investasi tersebut sebenarnya merupakan kerjasama bisnis seperti pada
umumnya. Namun, sebagian masyarakat Indonesia memandang sinis investasi ini.
Sebagian masyarakat Indonesia kecewa pada Path setelah
menerima investasi dari Bakrie Global Group. Kekecewaan tersebut berkaitan dengan
kontroversi bencana lumpur panas di Sidoharjo akibat penambangan yang digarap
oleh PT. Lapindo Brantas, salah satu anak perusahaan Bakrie Global Group sehingga
menimbulkan bencana nasional. Masyarakat menilai bahwa kasus lumpur panas di
Sidoharjo belum selesai secara tuntas karena PT. Lapindo Brantas belum
menyelesaikan tanggung jawabnya untuk melunasi ganti rugi kepada seluruh
korban. Mereka menganggap bahwa kerjasama tersebut
telah melukai hati masyarakat Sidoarjo yang merupakan bagian dari Indonesia.
Hal ini menimbulkan kontroversi pada masyarakat Indonesia. Sebagian
pengguna Path di Indonesia melakukan kampanye #NoPath4Me di Twitter sebagai
bentuk kecaman terhadap Path yang telah menerima investasi dari Bakrie Global
Group. Tidak hanya itu mereka juga membuat dan berbagi gambar
olahan (meme) dengan nuansa lucu tentang hubungan bisnis antara
kedua perusahaan itu. Bahkan sebagian diantaranya menonaktifkan akun Path
mereka sebagai bentuk simpati terhadap korban lumpur Sidoharjo. Reaksi keras
dari orang Indonesia ini tentu sangat mengancam reputasi Path bila tidak
ditangani dengan baik.
Adalah hal wajar jika
publik mempunyai harapan-harapan untuk bisa dipenuhi oleh aktivitas perusahaan.
Namun, jika terjadi kesenjangan antara harapan publik dengan kebijakan,
operasional, produk atau komitmen perusahaan terhadap publik, maka disitulah
muncul isu (Galloway&Kwansah melalui Rachmat Krisyantono, 2012:152). Jika
perusahaan tersebut gagal mengantisipasi sebuah isu, ada kemungkinan isu tersebut
berjalan liar dan tidak terkontrol dan mengakibatkan krisis. Oleh karena itu, perusahaan harus
melakukan manajemen isu dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya krisis.
Seperti yang dialami Nestle pada Maret 2010, Greenpeace melancarkan
kampanye yang menuduh Nestle terlibat dalam penghancuran habitat orang utan di
Indonesia karena bekerjasama dengan Sinar Mas untuk memasok minyak kelapa sawit
(Majalah MIX, 2012 : 35). Sinar Mas merupakan produsen minyak kelapa sawit
terbesar di Indonesia yang membabat hutan dan lahan gambut yang kaya akan
karbon dan menjadi rumah bagi Orang Utan. Penggunaan minyak kelapa sawit dari
Sinar Mas oleh Nestle untuk produk coklat Kit Kat melahirkan tuduhan bahwa
Nestle ikut mendorong kepunahan orang utan dan mempercepat perubahan iklim
global.
Untuk melancarkan kampanye itu, Greenpeace
membuat sebuah iklan parodi Nestle Kit Kat. Iklan itu menggambarkan seorang
laki-laki pekerja kantor mengkonsumsi Kit Kat kemudian coklatnya berubah
menjadi serabut sawit dan mulut laki-laki tersebut berlumuran darah segar.
Video iklan itu di-posting Greenpeace
ke Youtube. Kemudia diunduh dan di-upload
ulang pengguna Youtube lainnya dan menghasilkan komentar luas seluruh platform media sosial. Beragam komentar
negatif bermunculan dan mengancam reputasi pun menyerang Nestle. Nestle pun
akhirnya “mengalah” dan tidak memperpanjang kontrak pembelian minyak sawit dari
Sinar Mas Group.
Kasus Nestle tersebut
memberikan pelajaran bahwa perusahaan atau organisasi merupakan sebuah sistem.
Hal ini menekankan bahwa organisasi, seperti organisme, terbuka terhadap
lingkungan dan harus mencapai sebuah hubungan yang tepat dengan lingkungan jika
ingin bertahan hidup (Morgan dalam Prayudi, 2012:43). Reputasi memiliki
sejumlah elemen penting yang saling terkait, yakni para pemegang saham utama
(saham di perusahaan dan saham publik), karyawan dan pelanggan. Elemen-elemen
tersebut saling terkait satu sama lain. Selain berorientasi pada kemajuan
perusahaan atau lingkungan internal, perusahaan juga harus peduli terhadap
lingkungan eksternal seperti pelanggan.
Yah, itu tadi latar belakang permasalahan dari skripsi yang pernah saya susun. Saya sangat terbuka jika ada yang mau memberikan masukan atau saran meski saya tidak tahu apakah tulisan ini akan saya lanjutkan atau tidak. Sekarang, saya mau fokus dulu pada karya bidang saya. Mohon do'anya ya teman-teman semoga saya diberikan kemudahan dalam mengerjakan karya bidang bersama rekan-rekan satu tim dan client. Semoga apa yang saya kerjakan membawa manfaat bagi banyak pihak. Saya juga ingin sekali segera mempersembahkan kelulusan saya sebagai bukti tanggung jawab saya atas kepercayaan yang diberikan oleh kedua orang tua saya. Selain itu, sebenarnya saya ingin segera membayar janji, iya saya pernah berjanji pada seseorang untuk menghadiahi wisuda saya sebagai kado ulang tahunnya di tahun ini. Janji adalah janji, saya akan berusaha menepati. Semoga bisa segera terwujud. aamiin
Pipin Fajar P Lestari
Pipin Fajar P Lestari
0 komentar:
Posting Komentar